Kaca Kita Kotor

 

Kali ini saya mau berbagi cerita dari orang lain yang mungkin pernah kalian baca sebelumnya. Cerita ini bagus banget makanya mau saya tulis lagi dan ceritain lagi.

Cerita ini tentang sepasang suami istri yang tinggal di pinggir sebuah kota kecil. Di sisi rumah mereka terdapat jendela yang bersebrangan dengan rumah tetangga mereka. Tetangga mereka bukanlah orang yang berkecukupan. Sepasang suami istri ini sangat kasihan pada keluarga tetangganya. Sayangnya mereka tidak pernah bertegur sapa karena tetangga mereka selalu tidak ada di rumahnya bahkan sejak pagi buta. Setiap pagi yang mereka lihat hanya jemuran pakaian-pakaian mereka yang nampak lusuh dan kotor. Pemandangan jemuran pakaian kumal itu ada setiap hari dan sang istri sangat iba pada mereka. Pada suatu sore, sang istri tersebut mendekati rumah tetangganya untuk mengantarkan santapan kecil dengan tujuan menjalin silaturahmi. Tetapi sang istri sangat terkejut ketika ia melihat jemuran pakaian tetangganya itu tidaklah lusuh ataupun kotor. Semuanya tampak bersih dan tidak seburuk yang biasa ia lihat. Ternyata selama ini yang ia lihat adalah kotoran yang menempel di kaca jemdela rumahnya sendiri karena jarang sekali dibersihkan.

Cerita ini sebenernya ngga terlalu masuk akal tapi memang ada benarnya. Kadang yang kita lihat itu bukanlah apa yang sebenarnya terjadi. Bisa saja tidak seperti itu kenyataannya. Atau mungkin ketika kita menghadapi masalah yang berat, ternyata bukan masalah itu yang berat tetapi pandangan kita yang tidak mampu menghadapinya. Nah begitu juga dengan sudut pandang kita yang bisa (banget) berbeda dengan orang lain. Seperti kita selalu menganggap para pejabat yang bersenang-senang dengan hartanya tetapi istri dan anaknya ternyata makan uang haram. Atau ketika kita iri kemudian menganggap  teman sekelas kita yang selalu juara kelas, yang paling cerdas atau peraih medali lomba sains internasional sangat jauh lebih beruntung ternyata sudah tidak mempunyai ayah dan ibu lagi. Ini ga terjadi sekali dua kali dalam hidup kita (ya ngga sih?).

Ketika kita melihat satu hal hanya dari sudut pandang kita maka pasti akan mucul opini atau prasangka sendiri. Padahal boleh jadi itu ngga seperti yang kita bayangkan. Akhir kata, hikmah yang bisa diambil dari semuanya adalah perbaiki perspektif kita sebelum menilai sesuatu itu baik atau buruk dan benar atau salah. Tidak ada yang salah dengan memperbaiki perilaku kita sebelum menilai yang lain-lainnya.

“Barangsiapa ya…

“Barangsiapa yang mendekatkan diri kepada-Ku satu jengkal, maka Aku akan mendekatkan diri kepadanya satu hasta. Barangsiapa yang menghampiri-Ku satu hasta, maka Aku akan menghampirinya satu depa. Dan barangsiapa yang mendatangi-Ku dengan berjalan, maka Aku akan mendatanginya dengan berlari.” (HR. Bukhari dan Ahmad)

Allah promises to run to us if we walk to him. I think we should run really fast to him now.. 🙂

Ridwan Kamil yang Saya Kenal

Catatanku

emilKolega saya sesama dosen ITB, Ridwan Kamil, dicalonkan menjadi Walikota Bandung periode 2013 – 2018. Muhammad Ridwan Kamil atau panggilannya Emil adalah seorang arsitek kawakan, karya-karya arsitekturnya bertebaran di berbagai negara, seperti di Singapura, Thailand, Bahrain, Cina, Vietnam, Uni Emirat Arab, dan tentu saja di Indonesia sendiri (selengkapnya baca di sini dan di sini). Dua diantara karya arsitekturnya sudah pernah saya kunjungi. Yang pertama ketika saya ke kota Banda Aceh, di sini saya menyempatkan diri mengunjungi Museum Tsunami yang megah itu, dan yang kedua ketika saya ke Kota Baru Parahyangan di daerah Padalarang Bandung, di sini saya shalat di Masjid Al-Irsyad yang bentuknya unik.

Saya kenal si Emil sejak dia ikut Bimbel Karisma Salman ITB. Tahun 1989-1991 ketika saya duduk di tingkat akhir di ITB, saya menyibukkan diri (sok sibuk! :-)) sebagai pengajar Bimbel untuk siswa-siswi SMP/SMA di Bimbel Keluarga Remaja Islam Masjid Salman (Karisma) ITB. Murid-murid saya banyak…

View original post 1,536 more words